Bid'ah Hasanah ?


روي عن عبد الرحمن بن عبد القاريّ أنه قال: خرجت مع عمر بن الخطاب رضي الله عنه ليلة في رمضان إلى المسجد فإذا الناس أوزاع متفرّفون يصلِّى الرجل لنفسه، ويصلّى الرجل فيصلِّى بصلاته الرهط، فقال عمر: إني أرى لو جمعت هؤلاء على قارئ واحد لكان أمثل، ثم عزم فجمعهم على أبي بن كعب، ثم خرجت معه ليلة أخرى والناس يصلّون بصلاة قارئهم، قال عمر: نعم البدعة هذه، والتى ينامون عنها أفضل من التى يقومون – يريد آخر الليلوكان الناس يقومون أوّله. رواه البخاري
     Telah diriwayatkan dari Abdirrohman bin Abdil Qoryy, ia berkata: Aku keluar bersama Umar Rodhiyallohu ‘anh pada suatu malam di bulan Romadhon ke masjid, ketika itu kami mendapati orang-orang terpencar-pencar sholat sendiri-sendiri, dan ada yang shalat dengan diikuti oleh beberapa orang kurang dari sepuluh. kemudian Umar berkata: aku memandang jika aku mengumpulkan mereka dalam satu imam maka itu lebih baik. Kemudian beliau bertekad dan mengumpulkan mereka atas Ubay bin Ka’ab. Aku kemudian keluar pada malam berikutnya dan melihat mereka semua shalat dengan shalat qari mereka (berjamaah). Umar berkata: Sebaik-baik bid’ah adalah ini, dan yang tidur darinya lebih utama dari yang mengerjakannya - maksudnya pada akhir malam - dan waktu itu orang-orang melakukannya pada awal malam. HR. Bukhori
     Al-imam asy-syafi’i mengambil dalil atas ucapan umar “sebaik-baik bid’ah” dengan membagi bid’ah kepada yang terpuji dan yang tercela. Diriwayatkan oleh harmalah dari asy-syafi’i, bahwasanya beliau mengatakan: bid’ah itu ada dua macam: bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Diriwayatkan pula oleh ar-robi’, bahwasanya asy-syafi’i mengatakan: sesuatu yang baru dari segala persoalan itu ada dua macam: yang pertama adalah sesuatu yang baru yang menyelisihi al-qur’an, atau as-sunnah, atau ijma’, atau atsar, maka bid’ah ini adalah sesat, kemudian yang kedua adalah sesuatu yang baru, yang baik, yang tidak ada seorang pun yang menyelisihinya maka itu adalah sesuatu yang baru yang tidak tercela.
     Kemudian abu syamah mengatakan: pada hal yang demikian karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam ingin memberikan motivasi untuk melaksanakan sholat di bulan romadhon, beliau melaksanakannya di masjid dan diikuti sebagian shohabat, kemudian pada malam yang lain beliau tinggalkan karena khawatir hal itu akan di anggap wajib. Maka ketika Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam meninggal dan itu dirasa aman, bersepakatlah para shohabat rodhiyallohu ‘anhum melaksanakan qiyam romadhon di masjid secara berjama’ah, karena tersebut merupakan menghidup-hidupkan syi’ar agama yang telah diperintahkan oleh syari’at, mereka termotivasi atas hal itu dan mereka menyukainya.
     Atas penamaan diatas, as-subki mengatakan: hal tersebut dilihat dari segi arti bahasa, karena bid’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang baru, kemudian kalau menurut syara’ ketika dimutlakkan adalah sesuatu yang baru yang tidak ada asalnya dalam syari’at.
     Kemudian tentang asal bid’ah, al-khoththobi mengatakan dalam menjelaskan sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam “ seluruh yang baru adalah bid’ah “: ini adalah khusus pada sebagian permasalahan dan bukan pada sebagian yang lain, yaitu sesuatu yang baru yang tidak ada contohnya.
     Kami katakan bahwa hakikat bid’ah yang terpuji adalah bukan bid’ah, akan tetapi merupakan sunnah, tidaklah antara sunnah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dan sunnah umar rodhiyallohu ‘anh disana bertentangan, hal ini telah dijelaskan oleh al-khoththobi, ibnu abdussalam, abu syamah, al-baghowi, an-nawawi, a-subki, al-asqolani dan lainnya. Wallohu a’lam.