antara faham kesufian dan pengakuan nasab



     Beberapa saat yang lalu, saya berkesempatan mengantar istri ke pesantren almamaternya, yaitu sebuah pesantren tahfidzul qur’an di kediri jawa timur, untuk berziarah ke gurunya yaitu seorang ibu nyai. Disana saya mendengar cerita tentang suami ibu nyai tersebut yaitu yang merupakan sang pendiri pesantren, Beliau mempunyai kemuliaan yang masyhur, sehingga makamnya senantiasa di ziarahi dari berbagai tempat untuk mengharapkan barokah dari Beliau. Yang menarik katanya beliau termasuk ahlu bait Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, dan itu merupakan penuturan beliau sendiri kepada santri-santrinya, bahkan kerabat beliau sendiri tidak ada yang mengetahui penisbatan beliau ini, menurut teman beliau memang beliau sendiri yang menemukan nasab tersebut, menurutnya: salah satu bidang keahlian yang dimiliki oleh beliau adalah dalam hal mempertemukan nasab ini yang dalam istilah ilmu fiqh disebut al-qoo’if.
Wallohu a’lam memang kebenaran cerita tersebut, kalaulah benar, alangkah bahagia dan beruntungnya orang tersebut termasuk dalam ahlu bait Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, yang telah dijelaskan oleh para ashhab kita mempunyai kedudukan terhormat di dunia ini melebihi kaum muslimin lainnya, dan ini adalah keyakinan yang di pegangi oleh ahlussunnah wal jama’ah. Tapi alangkah hinanya orang tersebut jika berbohong dan mengaku-ngaku sebagai ahlu bait Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam, cukuplah sebagai nasehat bagi kita pribadi  kita menyimak ancaman Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bagi orang-orang yang seperti itu,
روي عن سعد رضي الله عنه، قال :سمعت النبي صلى الله عليه وسلم يقول: من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم أنه غير أبيه فالجنة عليه حرام. رواه البخاري ومسلم
Diriwayatkan dari sa’d rodhiyallohu ‘anh, dia berkata: aku mendengar Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: Barang siapa mengaku-ngaku kepada selain bapaknya , dan dia mengetahuinya bahwa orang tersebut bukan bapaknya, maka surga harom baginya. HR. Bukhori & Muslim
     Kalau kita mengamati orang-orang shufi khususnya para syeik-syeikh thoriqoh shufiyyah, seperti abdul qodir aljailani, arrifa’i, albadawi, alsysyadzili, attijani, annaqsyabandi atau lainnya, memang hampir kesemuanya nasabnya dinisbatkan kepada ahlu bait, meskipun setelah dilacak para ahli sejarah banyak yang diragukan keabsahan penisbatan tersebut karena jauh dari kaidah-kaidah ushul dan dirosatul ansab, penelitian tentang nasab, lihatlah semisal syeikh abdul qodir aljailani, para ahli sejarah menulis berbagai macam versi tentang nasab beliau, yang paling banyak ditulis beliau adalah anak dari abu sholih musa zango dost bin abdulloh bin yahya bin muhammad bin dawud bin musa bin abdulloh bin musa aljun bin abdulloh almahdhi bin alhasan almutsanna bin alhasan bin ‘ali bin abi tholib rodhiyallohu ‘anh.
     Adzdzahabi dalam tarikhul islam mengatakan: sebagian orang menambahkan nasab beliau sampai kepada alhasan bin ‘ali rodhiyallohu ‘anh, yaitu: abdulqodir bin abu abdillah bin abdillah bin yahya bin muhammad bin dawud bin musa bin abdulloh bin musa bin abdulloh almahdhi bin alhasan almutsanna bin alhasan bin ali bin abi tholib rodhiyallohu ‘anh.
     Sebagian ahli sejarah hanya berhenti kepada zango dost, seperti abu bakr albaghdadi dalam takmilatul ikmal, almalik almu’ayyad abul fida’ dalam tarikhnya, juga ibnu katsir dalam albidayah wannihayah, ibnu zahroh dalam ghoyatul ikhtishor fi akhbaril buyutatul ‘alawiyyah almahfudzotu minal ghobar dan lainnya. Ini adalah yang disampaikan sendiri oleh syeikh, sedang kelengkapan nasab diatas yang sampai kepada alhasan adalah informasi dari keturunan beliau yang banyak dan masyhur dan memperjuangkan ajaran beliau.
     Namun banyak pula yang membenarkan bahwa beliau termasuk anak turun ali bin abi tholib rodhiyallohu ‘anh, seperti ibnul wardi dalam tarikhnya, ashshafadi dalam alwafi bil wafiyat, sysya’roni dalm aththobaqotul kubro, abu ‘ali alfasi dalam thobaqotusy syadziliyyatul kubro, dan lainnya.
     Syeikh jamaluddin dalam kitab umdahnya & al’umari dalam musyajjaroh nya menyebutkan bahwa cucu syeikh yang bernama nashr bin abdurrozzaq bin abdulqodir mengatakan bahwa nasab beliau adalah abdulqodir bin muhammad zango dost bin abdulloh dan seterusnya, menurut sang pengarang: nasab ini tidak jelas dan tidak ada seorang pun yang mengetahuinya.
     Demikian pula tentang nasab asysyadzili, disebutkan dalam kitab allathifatul mardhiyyah fi syarhi du’aisy syadziliyyah yang ditulis oleh syeikh syarofuddin abu sulaiman dawud assakandary, demikian pula dalam kitab naktul humyan oleh ashshafady, bahwa nasab beliau adalah abul hasan ‘aly asysyadzily bin abdulloh bin abdul jabbar bin tamim bin hurmuz bin hatim bin qushoi bin yusuf bin yusya’ bin wird bin baththol bin ahmad bin Muhammad bin ‘isa bin Muhammad bin alhasan bin ‘ali bin abi tholib, kemudian dikatakan oleh sang pengarangnya sendiri, bahwa tidak ada di antara anak-anak alhasan bin ‘aly yg bernama Muhammad, yang ada menurut kesepakatan ahli sejarah adalah zaid alablaj dan alhasan almutsanna, sedang alhasan almutsanna mempunyai lima orang anak, yaitu: abdulloh, ibrohim, alhasan almutsallats, dawud dan ja’far, kemudian adzdzahaby mengatakan bahwa nasab seperti ini tidak diketahui dan tidak shohih.
Sedang kalau kita mengunjungi makam asysyadzili kita akan menjumpai tulisan nama asysyadzili yang di nisbatkan kepada alhusain bukan alhasan.
     Masih banyak lainnya, belum arrifa’i yang banyak di ulas oleh para ulama’, tapi di sini saya cukupkan dua contoh diatas karena beliau berdua adalah yang termasyhur di negeri kita ini, saya tidak memberikan tuduhan kepada beliau-beliau semua, karena menurut para ahli sejarah hal tersebut bukan kehendak beliau-beliau sendiri tapi merupakan ulah generasi setelahnya yang ingin melanggengkan eksistensi thoriqohnya, karena mereka mengetahui betapa agungnya hak-hak ahlu bait terutama dalam hal kepemimpinan, sedang pengakuan-pengakuan lemah tersebut tentunya tidak akan mengurangi kemuliaan dan kemasyhuran beliau-beliau semua.
Karena itu, saya ingin mengatakan bahwa saya dalam menulis tulisan ini hanya ingin sekedar mengingatkan kepada saudara se imam tentang prilaku-prilaku buruk yang dilakukan oleh saudara-saudara kita lainnya sehingga dampak buruknya bisa kita waspadai bersama-sama, seperti membuat hal-hal baru dalam ibadah dengan mengatasnamakan nasab tersebut. akhirnya saya hanya bisa berdo’a semoga di jauh kan dari sikap mencela nasab apapun itu bentuknya,
وروي عن أبي مالك الأشعري رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : أربع في أمتي من أمر الجاهلية لا يتركونهن: الفخر بالأحساب، والطعن في الأنساب، والاستسقاء بالنجوم، والنياحة. وقال : النائحة إذا لم تتب قبل موتها تقام يوم القيامة وعليها سربال من قطران، ودرع من جرب. رواه مسلم
Dan telah diriwayatkan dari abi malik alasya’ri rodhiyallahu ‘anh, bahwasanya Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Ada empat  dari ummatku yang merupakan sifat Jahiliyyah yang belum mereka tinggalkan, yaitu berbangga dengan keturunan, mencela nasab, menyandarkan turunnya hujan kepada bintang-bintang, dan meratapi orang yang telah meninggal dunia, kemudian Beliau bersabda: Wanita yang meratapi kematian, jika dia tidak bertaubat sebelum ajal menjemputnya, maka kelak pada hari kiamat, dia akan dikenakan pakaian yang terbuat dari lelehan tembaga dan pakaian dari besi dalam keadaan tubuhnya berkudis dan berbau busuk. HR. Muslim
     Saudaraku, sedemikian parahnya kita ini dijauhkan dari cahaya ilmu yang shohih, belum lagi jika mereka tidak mampu menguatkan amalan mereka tersebut dengan nasab-nasab mereka, mereka akan berupaya lagi melalui sanad keilmuan, mereka mengaku amalan tersebut didapat langsung oleh gurunya dari ‘ali, dari muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam, dari jibril, dari robbul ‘alamin, tidak ada seorang pun yang mempunyai sanad tersebut kecuali hanya dia, yang tentunya cara seperti itu akan mudah dipatahkan menggunakan ilmu aljarh wat ta’dil, lihatlah kejujuran pengakuan annaqsyabandi bahwa amalan dalam thoriqohnya adalah hasil karya beliau sendiri, akan tetapi oleh mursyid generasi berikutnya ada yang menyandarkannya kepada abu bakr atau lainnya. Bahkan lebih parah lagi mereka mengaku bahwa gurunya mendapatkan amalan tersebut langsung dari Alloh melalui mimpi atau kasyaf, masya Alloh, sudah tidak bergunakah alQur’an dan asSunnah? Sudah tidak dihiraukankah para A’immah, para Ulama’?
فالعياذ بالله من ذلك ونسأل الله تعالى أن يهدينا وإخواننا سواء السبيل، وأن يوفقنا للحق وقبوله، إنه خير مسئول .

Oleh: muhamammad ibnu muzani aljalawi