Ketika saya berkesempatan mukim dinegeri harom, saya mendapati disana ketika menjelang jum’at dilaksanakan adzan dua kali, setelah khotib naik diatas mimbar dan sebelumnya, terutama di masjidil harom, ada juga yang langsung satu adzan ketika khotib diatas mimbar. Memang permasalahan ini telah lama menjadi polemik dinegeri kita ini terutama antara jam’iyyah nahdlatul ‘ulama dan muhammadiyyah, lantas sebenarnya bagaimana para imam-imam kita (ashhabusy syafi’iyyah) menjelaskannya, silahkan simak penjelasan ringkas berikut.
Waktu adzan untuk jum’at dianjurkan dilaksanakan ketika seorang imam telah masuk kedalam masjid dan duduk diatas mimbar, sebagaimana penjelasan hadits as-saib bin yazid.
روي عن السائب بن يزيد قال: إن الأذان يوم الجمعة كان أوله حين يجلس الإمام يوم الجمعة على المنبر في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم وأبي بكر وعمر رضي الله عنهما، فلما كان في خلافة عثمان بن عفان رضي الله عنه وكثروا أمر عثمان يوم الجمعة بالأذان الثالث، فأذن به على الزوراء، فثبت الأمر على ذلك. رواه البخاري
Diriwayatkan dari as-saib bin yazid, dia berkata: Sesungguhnya adzan pada hari jum’at itu awal kali dilaksanakan ketika imam pada hari jum’at susuk diatas mimbar yaitu dimasa Rosulillah shollallohu ‘alaihi wasallam, abi bakr dan ‘umar rodhiyallohu ‘anhuma, kemudian dimasa kekhilafahan utsman bin ‘affan rodhiyallohu ‘anh dan orang-orang semakin banyak maka utsman memerintahkan pada hari jum’at dengan adzan yang ketiga, kemudian adzan tersebut dilaksanakan diatas zauro’, hingga hal tersebut berlaku terus hingga sekarang. HR. Bukhori
Berkata abu abdillah: az-zauro’ adalah sebuah tempat di pasar madinah.
Tidak mengapa melaksanakan adzan sebagaimana yang dilaksanakan oleh utsman untuk mengingatkan orang-orang dari kesibukan mereka seperti jual beli dan lainnya supaya menghadiri jum’at tepat waktu sebelum khutbah dimulai, akan tetapi yang lebih utama adalah ittiba’ sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh Rosulillah shollallohu ‘alaihi wasallam, hal ini telah di nash oleh asy-syafi’i dan di tetapkan oleh ashhab nya, wallohu a’lam.