Kemulyaan ilmu, tidak diragukan lagi dalam
islam, ia tidak terputus dengan jauhnya jarak maupun lamanya masa, bahkan
keimanan sekalipun, karena ia adalah cahaya yang menerangi kegelapan kejahiliahan
dan kekufuran, ia adalah keyakinan dalam hati yang akan timbul pada setiap
perkataan dan perbuatan.
Maka tidak diragukan pula akan kemulyaan
seorang ahli ilmu atau mereka yang memiliki ilmu, Alloh telah memposisikan
mereka lebih diantara kaum muslimin, mereka adalah imam yang memiliki otoritas
diantara mereka, bahkan ahli ibadah sekalipun diantara mereka, itu semua karena
ilmu yang telah mereka miliki.
Secara pribadi mereka akan mendapatkan
ampunan Alloh serta seluruh makhluk akan memintakan ampunan kepadaNya, serta sedekah
yang tetap mengalir. Sedang bagi kaum muslimin lainnya akan mendapat keberkahan
ilmu darinya, serta syafa’at-nya kelak nanti di hari kiamat.
Maka atas hal itu semua, dianjurkan bagi
setiap diri muslim untuk bermujalasah dengan mereka, mengambil petunjuk dari setiap
petuah dan nasehat mereka, mengambil faidah dari setiap perjalanan hidup
mereka, agar cahaya hidayah senantiasa meliputi merekaa.
Semua itu terlebih lagi jika diantara para
ulama tersebut, dalam diri mereka, memiliki keutamaan-keutamaan yang lain
seperti ketekunan mereka dalam beribadah, menghiasi diri dengan akhlaq yang
terpuji dan rasa takut kepada Alloh, apa lagi mereka adalah diantara para pendahulu
kita yang mulia, para Salafush sholih yang dijaminkan akan kemurnian ilmunya, atau
mereka adalah termasuk dari kabilah quroisy yang merupakan kabilah yang utama
dari kabilah-kabilah lain karena oleh islam diberikan hak politik kepada mereka
sebagaimana imam kita asy-syafi’i, atau mereka memiliki nasab yang mulia
terlebih lagi mereka dari golongan ahli bait Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam.
Terkhusus tentang ahli bait ini,
insyaAlloh itu tema kita kali ini;
روي عن زيد بن أرقم، قال: أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم، قال: إنما أنا بشر يوشك أن يأتيني رسول ربي عز وجل، فأجيب، وإني تارك
فيكم ثقلين، أولهما كتاب الله عز وجل فيه الهدى والنور، فخذوا بكتاب الله تعالى،
واستمسكوا به. فحث على كتاب الله، ورغب فيه. قال: وأهل بيتي، أذكركم الله في أهل
بيتي، أذكركم الله في أهل بيتي، أذكركم الله في أهل بيتي. رواه مسلم
Artinya:
Dari Zaid bin arqom, Sesungguhnya Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam telah
bersabda: Aku hanyalah manusia yang tidak lama lagi utusan TuhanKu (malaikat
maut) akan mendatangiKu, lantas Aku akan menerimanya, dan sesungguhnya Aku
telah meninggalkan dua yang berharga kepada kalian, yang pertama adalah Kitab
Alloh ‘azza wa jalla, didalamnya terdapat petunjuk dan cahaya, maka ambillah
kitab Alloh tersebut dan pegang eratlah ia, (perowi berkata): Maka Beliau
sangat mendorong terhadap Kitab Alloh dan Beliau sangat menyukainya. Beliau
bersabda (lagi): Dan (ambil dan pegang eratlah) ahli bait-Ku, aku ingatkan
kalian kepada Alloh tentang (hak-hak) Ahlu bait-Ku ini, (Beliau mengulanginya
sebanyak tiga kali). HR. Muslim.
وعن جابر بن عبد الله، قال: أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم يقول: يا أيها الناس! إني تركت فيكم ما إن أخذتم به لن تضلوا: كتاب
الله، وعترتي أهل بيتي. رواه الترمذي وقال: وهذا حديث حسن غريب.
Artinya:
Dan dari jabir bin abdulloh, dia berkata: Sesungguhnya Rosululloh Shollallohu
‘alaihi wasallam bersabda: Wahai manusia! Sesungguhnya aku telah tinggalkan
kepada kalian yaitu yang apabila kalian mengambilnya maka kalian tidak akan
tersesat: kitab Alloh dan keturunanKu, keluargaKu. HR. Attirmidzi, dan dia
berkata: Hadits ini hasan ghorib.
روي عن أبي ذر أنه قال: سمعت النبي صلى الله عليه
وسلم يقول: ألا إن مثل أهل بيتي فيكم مثل سفينة نوح، من ركبها نجا، ومن تخلف عنها
هلك. رواه أحمد وغيره بأسانيد ضعيفة.
Artinya:
Dari abi dzar, sesungguhnya dia berkata: Aku pernah mendengar Nabi Shollallohu
‘alaihi wasallam bersabda: Ingatlah bahwa perumpamaan keluargaku diantara
kalian seperti perahu nabi nuh, barang siapa menaikinya maka selamat, dan
barang siapa meninggalkannya maka hancur. Diriwayatkan oleh ahmad serta lainnya
dengan sanad dho’if.
وعن سلمة بن الأكوع، عن النبي صلى الله عليه وسلم
قال: النجوم جعلت أمانا لأهل السماء، وإن أهل بيتي أمان لأمتي. رواه الطبراني وغيره بأسانيد ضعيفة.
Artinya: Dari salamah bin al-akwa’, dari Nabi Shollallohu ‘alaihi
wasallam, Beliau bersabda: Bintang-bintang itu merupakan penyelamat bagi
penduduk langit, sedang Ahli bait-Ku merupakan penyelamat bagi ummat-Ku.
Diriwayatkan oleh ath-thobaroni serta lainnya dengan sanad dho’if.
Para ‘ulama menjelaskan
bahwa maksud dari ahli bait disini adalah para ‘ulama dari kalangan mereka,
yang mereka berpegang teguh kepada sunnah saudara maupun kakek buyut mereka
yaitu Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang juga dilakukan
oleh para shahabat yang lain, mupun para khulafa’ur rosyidin, serta para ‘Ulama
yang mengikutinya hingga hari kiamat, rodhiyallohu ‘anhum ajma’in.
Pada hadits pertama dan
kedua diatas, terdapat riwayat lain yang lafadznya berbeda, yaitu;
" كتاب الله وسنتي "
Disini kata ahli bait diganti dengan sunnah, para ulama
menjelaskan dari penyatuan kedua riwayat tersebut bahwa yang dimaksud ahli bait
disini adalah mereka yang berpegang teguh kepada sunnah. Alhaitami mengatakan
dalam kitab “as-showa’iqul muhriqoh”: Kesimpulannya adalah dianjurkannya
berpegang teguh kepada al-kitab dan as-sunnah, dan juga para ‘ulama dari
kalangan ahli bait yang menguasai kedua-nya.
Begitu pula dalam
riwayat ini, terdapat riwayat lain yang disandarkah kepada para kholifah-Nya;
"
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء المهديين الراشدين "
Artinya:
Berpegang teguhlah kalian dengan sunnah-Ku, dan sunnah para kholifah yang
memberi petunjuk dan jalan kebenaran.
Juga terdapat beberapa riwayat yang
semakna dengan hadits-hadits diatas, akan tetapi ditujukan kepada para Shahabat,
kemudian orang-orang yang ada setelahnya dari kalangan ‘Ulama Rodhiyallohu
‘anhum ajma’in;
روي عن أبي سعيد وجابر وابن عمر وأبي هريرة وعمر وابن
عباس وغيرهم، عن النبي صلى الله عليه وسلم، أنه قال: أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم
اهتديتم. أخرجه ابن عبد البر في الجامع والبيهقي في المدخل والبزار والدرقطني في
الفضائل والقضاعي في مسند الشهاب والهروي في السنة بأسانيد الضعيفة
Artinya:
Diriwayatkan dari abi sa’id, jabir, ibnu ‘umar, abi huroiroh, umar, ibnu ‘abbas
dan lainnya, dari Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya Beliau bersabda:
Shahabatku seperti bintang-bintang, dengan siapapun dari mereka kalian ikuti
maka kalian telah mengambil petunjuk. HR. ibnu abdul bar dalam aljami’,
albaihaqi dalam almadkhol, albazzar, addaruquthni dalam alfadhoil, alqodho’i
dalam musnad syihab, ahharwi dalam assunnah-nya, dan lainnya dengan kesemua
sanadnya adalah lemah. Yang paling baik adalah yang diriwayatkan albaihaqi
dalam “al-I’tiqod dari abi musa al-‘asy’ari;
عن أبي موسى الأشعري، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
النجوم أمنة للسماء, فإذا ذهبت النجوم أتى أهل السماء ما يوعدون، وأنا أمنة
لأصحابي, فإذا ذهبت أنا أتى أصحابي ما يوعدون، وأصحابي أمنة لأمتي فإذا ذهب أصحابي
أتى أمتي ما يوعدون. رواه البيهقي في الإعتقاد إسناد ضعيف، وفي رواية مسلم بمعناه.
Artinya:
Dari abi musa al-asy’ari, dari Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam, Beliau
bersabda: Bintang-bintang adalah pelindung bagi langit, kemudian ketika
langit-langit telah lenyap maka sampailah kepada penduduk langit apa yang
dijanjikan, dan aku adalah pelindung bagi para shahabatKu. Kemudian ketika Aku
telah pergi maka sampailah kepada shahabatku apa yang dijanjikan, para
sahahabatku adalah pelindung bagi ummat-Ku. Kemudian ketika para shahabat-Ku
telah pergi maka sampailah kepada ummat-Ku apa yang dijanjikan. HR. alBaihaqi
dengan sanad dho’if, dalam salah satu riwayat muslim ada yang semakna dengan
riwayat ini.
Kemudian riwayat lain lagi yang ditujukan
kepada para ‘Ulama;
عن أنس بن مالك، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
إن مثل العلماء في الأرض، كمثل النجوم في السماء، يهتدى بها في ظلمات البر والبحر،
فإذا انطمست النجوم، أوشك أن تضل الهداة. رواه أحمد في مسنده بإسناد ضعيف
Artinya:
Dari anas bin malik, dari Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
Sesungguhnya perumpamaan para ‘Ulama di muka bumi, seperti bintang-bintang di
langit, yang memberikan petunjuk di kegelapan daratan dan lautan, kemudian jika
bintang-bintang itu memudar maka dikhawatirkan para pencari hidayah akan
tersesat. HR. ahmad dalam musnad-nya dengan sanad dho’if.
Ini
diriwayatkan pula dari para salaf; abu muslim alkhoulani, salah seorang tabi’in
dari yaman, mengatakan: perumpamaan ‘ulama adalah seperti bintang-bintang
dilangit, ketika ia nampak terang maka orang-orang akan mendapatkan petunjuk,
ketika ia redup maka orang-orang akan kebingungan.
Abud
darda’ mengatakan: Perumpamaan ‘ulama di tengah-tengah manusia ibarat
bintang-bintang di langit yang dijadikan petunjuk.
Lainnya
adalah abu qilabah yang mengatakan: Perumpamaan ‘ulama adalah seperti
bintang-bintang yang dijadikan petunjuk pedoman, dan tanda penunjuk yang
diikuti, jika ia tak nampak maka orang-orang akan kebingungan, dan jika mereka
(orang-orang tersebut) meninggalkannya maka sungguh mereka telah tersesat.
Ibnu
abdil barr dalam jami’-nya telah menukil dari banyak salaf yang mengatakan:
Para ‘Ulama di bumi adalah bagaikan bintang-bintang di langit, para ‘Ulama
adalah penunjuk keislaman, dan seorang ‘alim adalah ibarat lentera yang dimana
ada orang yang lewat akan ikut menyalakan darinya (maksudnya: menukil dan
mengambil faidah darinya), dan kalau tiada ilmu maka sungguh orang-orang akan
seperti binatang.
Sedang penjelasan-penjelasan dari para
‘Ulama terhadap hadit-hadits diatas, diantaranya;
Ath-thohawi mengatakan:
Mereka adalah ahli bait Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam yang berada diatas
agama Beliau serta berpegang teguh dengan perintah Beliau.
Assamhudi mengatakan dalam “jawahirul
‘iqdain”: Anjuran berpegang teguh dengan mereka dari kalangan ahli bait Nabi
dan keturunannya yang suci, mereka itu adalah para ‘Ulama terhadap kitab Alloh
‘azza wa jalla, karena Beliau tidak menganjurkan berpegang dengan selain
mereka.
Beliau mengatakan: Mengandung maksud bahwa yang dikehendaki dengan
ahlul bait (disini) yang dimana mereka adalah penyelamat untuk ummat ini adalah
para ulama mereka, yang dimana mereka diikuti petunjuknya sebagaimana
bintang-bintang di langit.
Beliau mengatakan lagi: (Dalam hadits di atas) mengandung anjuran
untuk mengambil petunjuk dari orang-orang alim mereka, perilaku-perilaku mereka
yang baik dan mengikuti jejak mereka, maka barang siapa mengambilnya maka dia
akan selamat dari kegelapan perselisihan serta mendatangkan kenikmatan yang
berlimpah, kemudian barang siapa meninggalkannya maka sungguh dia akan
tenggelam ke dalam lautan kekufuran serta gelombang kesewenang-wenangan,
kemudian neraka-lah untuknya.
Perkataan assamhudi ini dikuatkan oleh alhaitami dalam kitab “
ash-showa’iq” nya.
Almula ‘ali alqori
alhanafi mengatakan: Yang dimaksud dengan mereka adalah seorang ahli ilmu
diantara mereka, dimana orang-orang menelaah kehidupannya dan mengikuti
jalannya, serta mengenal hukum dan pelajaran darinya, oleh karena itulah dia
berhak untuk disejajarkan dengan kitab Alloh.
Almunawi mengatakan dalam “faidul qodir”: Bahwa yang dimaksud dengan ahli bait Beliau dalam posisi ini
adalah para ‘Ulama dari golongan mereka, karena tidak ada anjuran berpegang
teguh dengan selainnya, mereka itu tidak menyelisihi alqur’an dan assunnah
hingga telaga dihadapkan kepada mereka / kiamat.
Beliau mengatakan pula dalam “at-taisir”: Yang dimaksud dengan
ahli bait disini adalah para ‘ulama mereka.
Lebih khusus lagi
adalah seperti apa yang dijelaskan oleh alhakim attirmidzi dalam “an-nawadir”
nya: Ahli bait-Nya adalah para penggantinya yang lurus diatas manhaj-Nya,
merekalah para pengganti yang sebenar-benarnya.
Beliau mengatakan lagi: Ulama’ yang sebenar-benarnya adalah ahli
bait kenabian yang menjadi penyelamat atas ummat ini.
Beliau juga mengatakan dalam “khotmil auliya”: Yang dimaksud
dengan keturunannya di sini adalah para ‘ulama yang mengamalkan ilmunya, yaitu
dikala mereka itu tidak mengesampingkan alqur’an.
Beliau mengatakan: Mereka ibarat bintang-bintang karena mereka
adalah ahli bashiroh dan yaqin (mempunyai ketajaman dan kemantapan bathin),
serta mereka berhak untuk meng-ijtihad-kan suatu pendapat dengan kelebihannya
tersebut.
Bahkan
beliau mengatakan: (Mereka adalah) Semua hamba yang mempunyai sifat seperti
sifat Nabi, sebagaimana ahli alQur’an adalah ahli Alloh.
Sa’duddin attaftazani asy-syafi’i
mengatakan dalam “syarhil maqoshid fi ‘ilmil kalam”: Kalau dikatakan bahwa
keutamaan mereka (ahli bait) melebihi orang ‘alim maupun lainnya, maka kita
jawab: ya itu benar, itu karena mereka memiliki ilmu dan ketakwaan, serta
kemulyaan nasab, tidakkah kita melihat bahwa Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam
telah menyertakan mereka dengan kitab Alloh, keduanya dipegang kuat agar
terhindar dari kesesatan, dan tidaklah maksud berpegang dengan kitab-Nya
kecuali mengambilnya dengan ilmu dan petunjuk, maka seperti itulah (sebenarnya)
ahli bait, oleh karenalah itu Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda:
Barang siapa melambatkan ‘amal-nya, maka nasab-nya tidak akan
memper-cepat-kannya. (sebagaimana dalam shohih muslim).
Assamhudi juga mengatakan dalam “jawahirul
‘iqdain”: Sesunggunya ilmu itu adalah imam/penghulu (atas nasab).
Almunawi
mengatakan (sambil menukil perkataan dari alhakim attirmidzi): (Kata ahli bait) ini bersifat umum dan maksudnya
khusus, mereka adalah para ulama yang mengamalkan ilmunya, dikecualikan yang
bodoh dan fasiq (dari mereka), mereka (ahli bait) adalah manusia yang tidak
lepas dari syahwat kemanusiaan, mereka juga tidak ma’sum (terlepas dari
kesalahan) sebagaimana ke-ma’sum-annya para nabi.
As-samhudi dalam salah satu pendapatnya
yang lain mengatakan bahwa yang di maksud ahli bait disini adalah bersifat
mutlak yaitu seluruh dari mereka termasuk orang awwamnya, bahkan orang-orang
syi’ah beranggapan bahwa keulamaan mutlaq milik ahli bait, karena merekalah
ahli waris Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam, yang dimana Nabi tidak mewariskan
uang kecuali hanya ilmu, ini sebagaimana yang dikatakan oleh salah seorang
tokoh mereka yaitu abu ja’far ash-shaffar al-qumi dalam kitabnya yaitu bashoirud
darojat, diantaranya dia mengatakan didalamnya:
- Manusia
terbagi atas tiga; orang ‘alim, pelajar dan buih, para imam dari keluarga Muhammad
merekalah para ‘ulama, syi’ah (kelompok pendukung) mereka adalah para pelajar,
sedang manusia lainnya adalah (bagaikan) buih (dilautan).
- Manusia
supaya mengambil ilmu dari sumbernya, yaitu keluarga Muhammad.
- Ulama’
adalah keluarga Muhammad.
- Ilmu
bersumber dari sisi mereka, mereka adalah para ‘ulama, tidak dzolim dan tidak
pula bodoh.
- Kesesatan
(yang nyata) adalah orang-orang yang menyimpang dari para imam-imam yang haq,
dan mengambil agama dari pikirannya sendiri tanpa panduan dari para imam.
Akan
tetapi tentunya pendapat ini dibantah oleh banyak ‘Ulama.
Diantaranya adalah Alhakim attirmidzi yang
mengatakan: Yang dimaksud dengan ahli bait ini bukanlah orang yang bertemu
Rosulillah Shollallohu ‘alaihi wasallam, atau ber-bai’at kepada Beliau, atau
melihat Beliau dengan sekali pandang, akan tetapi yang dikehendaki adalah
mereka yang ber-mulazamah/kontinyu pagi sore, ber-talaqqi/mendengar langsung
wahyu dari Beliau dengan serius, mengambil syari’at dari Beliau yang (syari’at
tersebut) dijadikan manhaj untuk ummat ini, melihat adab-adab keislaman serta
akhlak Beliau. Sehingga sepeninggal Beliau, mereka menjadi imam-imam yang
memberikan petunjuk, kemudin mereka dijadikan panutan, serta perjalanan hidup
mereka diikuti.
Beliau
mengatakan: Sesungguhnya diantara mereka terdapat orang jelek, sebagaimana
ditemukan pada sebagian lainnya, diantara terdapat orang yang baik maupun yang
jelek.
Beliau
mengatakan: Kalau ada yang mengatakan bahwa mereka menjadi penyelamat penduduk
bumi adalah berkat kemulyaan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam serta
hubungan kekerabatan dengan Beliau, maka kita katakan bahwa kemulyaan
Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam sangat mulia dan agung, di bumi itulah
yang paling agung dari pada kemulyaan keturunan Beliau, (kemulyaan tersebut)
adalah kitab Alloh. Kemudian bagi mereka (ahli bait) adalah kemulyaan
keutamaan, pengaruh, dan kemulyaan terhubung dengan Rosulillah shollallohu
‘alaihi wasallam, maka wajib bagi kita untuk mencintai mereka dengan kecintaan
yang tidak berpengaruh baik kepada kita, (yaitu kecintaan) yang tidak sesuai
dan tidak semestinya, maka seperti itulah orang yang berlebih-lebihan.
Almunawi
mengatakan: Sebagian orang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ahli bait
disini adalah dari segi nasab, maka ini tidak ada penjelasannya sama sekali,
tidak sesuai, dan tidak ada runutannya sama sekali, karena ahli bait Beliau
adalah bani hasyim dan abdil muthollib, lantas kapan mereka menjadi penyelamat
atas ummat ini, ketika mereka lenyap maka lenyaplah dunia ini? Yaitu ketika
mereka adalah para pemberi petunjuk, di setiap masa.
Beliau
mengatakan: Ada yang mengatakan bahwa ahli bait Beliau (disini) adalah
dzurriyyat/keturunan Beliau (secara muthlaq), maka ada dalam dzurriyyat beliau
yang menyimpang dan berbuat keburukan, sebagaimana diketemukan pada selainnya,
diantara mereka ada yang berbuat baik maupun sebaliknya, lantas bagaimana
mungkin mereka menjadi penyelamat penduduk bumi?
Kemudian
almunawi menukil dari al’amiri albaghdadi yang mengatakan dalam syarah musnad
syihab: Sebagian orang yang dikuasai kebodohan terhadap ayat-ayat,
sunnah-sunnah, serta atsar-atsar, berpendapat bahwa maksud ahli bait disini
adalah ahli bait Beliau dan bukan lainnya, lantas bagaimana bisa mereka menjadi
penyelamat, bersamaan dengan itu banyak diketemukan dari mereka yang berbuat
fasiq dan melebihi batas?
Kami
katakan: Mungkin maksud beliau-beliau ini yang mengatakan bahwa ada dari
kalangan ahli bait yang menyimpang, yaitu seperti dari mereka yang ikut menjadi
kelompok menyimpang seperti syi’ah, kenyataannya memang banyak sekali, di
setiap masa, bahkan mereka adalah para imam-imam nya.
Demikian sedikit penjelasan tentang
keutamaan ‘Ulama, khususnya dari keluarga Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam,
karena kemulyaan nasab yang mereka miliki, yaitu mereka terlahir dari garis
keturunan orang-orang pilihan, yaitu para Nabi- Nabi Alloh. Kesucian nasab
serta keberlangsungannya yang tidak terputus hingga kedatangan almahdi yang
dijanjikan di penghujung menjelang kiamat dan nanti akan berbai’at kepada Nabi
‘Isa ‘Alaihimas salam, menurut sebagian riwayat adalah dari golongan mereka.
InsyaAlloh
tentang keutamaan ahli bait secara mutlak/umum akan kita bahas pada kesempatan
yang lain.
Diantara yang menjadi kutub atau poros mereka
adalah adalah abdulloh bin ‘abbas, anak dari paman nabi yaitu abbas bin abdul
muthollib rodhiyallohu ‘anhuma. Beliau adalah orang yang paling ‘alim diantara
para shahabat, paling banyak meriwayatkan hadits, sedari kecil telah mendengar
dan menghafalnya langsung dari Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam, dan terhitung
sebanyak tujuh puluh shahabat meriwayatkan darinya, suatu ketika Nabi
mendo’akan beliau agar difaqihkan dalam agama dan juga memahami alqur’an, dan
itu terbukti, sehingga beliau digelari tarjumanul qur’an atau penterjemah
alqur’an.
Selain itu terdapat ‘ali bin abi tholib,
menurut sebagian riwayat yang menjelaskan bahwa ketika ada sebagian shahabat
mengalami suatu kemusykilan terhadap suatu masalah, mereka biasa menanyakannya
kepada ‘ali, termasuk diantara mereka itu adalah ‘umar, sehingga alharoli
mengatakan: Sungguh ilmu orang-orang generasi awal maupun akhir tentang
pemahaman kitab allo, terhimpun kepada ilmu ‘ali. Akan tetapi hadits yang
masyhur diantara kita;
"
أنا مدينة العلم وعلي بابها فمن أراد العلم فليأته من بابه"
“
Aku adalah kota ilmu, dan ‘ali adalah pintunya, maka barang siapa menginginkan
ilmu maka datangilah ia melalui pintuny (‘ali). “
Hadits
ini diriwayatkan oleh ibnu jarir dalam
tahdzibul atsar, ath-thobaroni dalam mu’jam-nya dan alhakim dalam
mustadrok-nya. Dan semua “ulama ahli hadits sepakat bahwa hadits ini adalah
maudhu’, diantara mereka adalah adz-dzahabi dan almunawi, maka kita tidak perlu
memperdulikannya.
Mereka adalah para ‘Ulama, yang
mengistimewakan, mereka adalah merupakan keluarga ahli bait Nabi, nasab mereka
penuh dengan keutamaan , belum lagi mereka memiliki keistimewaan-keistimewaan
yang banyak, diantaranya yang lebih luas adalah mereka berasal dari suku
quroisy, mereka juga orang arab tentunya, disitu ada keutamaannya, terlebih
lagi mereka diantara para shahabat yang mulia, bahkan ‘ali merupakan salah
seorang dari sepuluh shahabat yang dijaminkan masuk surga tanpa syarat.
Pada akhir riwayat zaid bin arqom
diatas, Nabi bersabda:
"
أذكركم الله في أهل بيتي "
Menurut
para ‘Ulama maksudnya adalah mengingatkan tentang hak-hak ahli bait, seperti
mencintai mereka, berhubungan baik dengan mereka, memulyakan mereka serta tidak
menyakiti dan menjelekkan mereka, mendo’akan sholawat serta salam sebagai
realisasi sholawat serta salam atas Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam,
memberikan jatah harta hasil rampasan perang, juga menyandarkan urusan agama
kepada ‘ulama dari mereka sebagaimana yang sedang kita bahas kali ini, sedang
lainnya insyaAlloh akan kita bahas pada kesempatan yang lain.
Alqurthubi mengatakan: Wasiat ini sangat
agung, bagaimana wajibnya memulyakan keluarga Beliau, bersikap baik dan
mencintainya. Beliau mengatakan: Dan mengambil petunjuk dari petunjuk keluarga
Beliau serta mencontoh jejak kehidupan mereka. Beliau mengatakan lagi:
Kewajiban ini bersifat mu’akkad yang siapa pun tiada udzur, dimana dia telah
mengetahui kekhususan mereka dengan Nabi Shollallohu ‘alaihi wasallam, dan
bagian dari Beliau.
Mula ‘ali alqori alhanafi mengatakan dalam
syarah al-misykat: Maksud dari perpegang teguh kepada mereka adalah mencintai
mereka, menjaga kehormatan mereka, mengambil petunjuk dari mereka, mengamalkan
riwayat-riwayat dari mereka dan menyandarkan terhadap ucapan-ucapan mereka.
Almunawi mengatakan dalam faidhul qodir:
Disini terdapat anjuran untuk mengaitkan kecintaan kepada mereka, hubungan baik
dengan mereka dan mengagungkan mereka, dengan mensyukuri atas kenikmatan
kemulyaan mereka dan mengambil petunjuk dari para ‘Ulama mereka.
Ini hak-hak mereka, para ‘ulama ahli bait,
sebagaimana ‘ulama-‘ulama lainnya, supaya kita semua memuliakan mereka dan
tidak merendahkan mereka, menjaga kehormatan mereka dan tidak menjelekkan
mereka, kita ambil ilmu mereka, kita ambil faidah dari setiap petuah-petuah
mereka, dan kita taati setiap fatwa-fatwa mereka, sehingga cahaya keberkahan
akan menyertai kita semua.
روي عن عبادة بن الصامت، أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم قال: ليس من أمتي من لم يجل كبيرنا، ويرحم صغيرنا، ويعرف لعالمنا حقه. أخرجه أحمد في مسنده بإسناد حسن
Artinya:
Diriwayatkan dari ubadah bin ash-shomid, bahwa Rosululloh Shollallohu ‘alaihi
wasallam bersabda: Bukan tergolong ummatku, yaitu orang yang tidak mengagungkan
orang tua kita, tidak menyayangi anak kecil kita, dan tidak mengetahui hak
orang ‘alim kita. HR. Ahmad dalam musnad-nya dengan sanad hasan.
Thowus,
salah seorang pembesar tabi’in mengatakan: Termasuk sunnah, yaitu menghormati
orang ‘alim.
Ibnu
‘asakir mengatakan dalam “attabyin”nya: Sesungguhnya daging para ‘ulama itu
racun, dan kebiasaan Alloh dalam menyingkap kedok para pencela mereka (ulama)
telah diketahui bersama, karena mencela mereka dengan sesuatu yang tidak ada pada
mereka, merupakan petaka besar, dan melecehkan kehormatan mereka dengan cara
dusta dan mengada-ada merupakan kebiasaan buruk, dan menentang mereka yang
telah Alloh pilih untuk menebarkan ilmu, merupakan perangai tercela.
Al-ajurri
mengatakan dalam “akhlaqul ‘ulama”: ‘Ulama memiliki keutamaan yang sangat
besar, dalam menuntut ilmu, bersama syeikh-nya, ketika bermudzakaroh, maupun
ketika mengajarkannya, terdapat banyak keutamaan, sungguh Alloh telah
mengumpulkan kebaikan yang banyak kepada mereka.
Oleh
karena itu beliau mengatakan lagi: Ketika seseorang diberikan kecintaan mengikuti
majlis-nya para ‘Ulama maka seyogyanya dia melakukannya dengan adab,
merendahkan diri, merendahkan suara, bertanya dengan sopan, tidak bertanya
sesuatu yang tidak penting, dan seterusnya . . .
Bisa
dilihat pula dalam kitab-kitab adab lainnya.
وهذا آخر كلامنا فنسأل الله أن
ينفع بها لنا ولسائر المسلمين عامة خالصا لوجهه وأن يعيننا محبتهم وأن يحشرنا من
زمرة محبهم والحمد لله رب العلمين