Hukum Menggambar Dengan Kamera Dan Photografi


     Guru kami, asySyeikh alFadhil Ahmad maisur sindi athThursidy pernah mengatakan bahwa hukum photografi sama sebagaimana hukum gambar lainnya, harom menggambar makhluq bernyawa dengan bentuk sempurna sekira bisa hidup, dengan sesuatu apa pun, dan diperbolehkan bagian-bagiannya sekira tidak bisa hidup, sedang bermuamalah dengannya harus dijauhi ketika ia ditegakkan dan diperbolehkan ketika ia dihinakan, dan seterusnya, dibahas pada tempat lain. Fatwa ini serupa dengan apa yang pernah ditetapkan oleh jam'iyah nahdlatul ulama' di indonesia meskipun kemudian fatwa ini diralat menjadi masalah khilafiyah.
     Demikianlah, dilihat dari segi bahasa, gambar adalah garis-garis yang membentuk sebuah ilustrasi atau syakal, dengan demikian tentunya photo termasuk didalamnya, dan kalau kita lihat hadits-hadits Nabi sollallohu 'alaihi wa sallam yang melarang menggambar hampir kesemua lafa-lafadznya menunjukkan nakiroh, bersifat umum dan menyeluruh. Juga, logika manusia tidak akan menyangkal kalau photo adalah gambar. Rosululloh sollallohu 'alahi wa sallam datang dengan perkataan ringkas dan padat sehingga akan menjadi hujjah bagi seluruh alam hingga hari kiamat, permisalan ini bisa kita lihat dalam penetapan hukum badziq, air perasan anggur yang dimasak, diriwayatkan oleh alBukhory bahwa Ibnu Abbas bertanya tentang badziq, Rosululloh sollallohu 'alahi wa sallam menjawab: سبق محمد صلى الله عليه وسلم الباذق فما أسكر فهو حرام, telah berlalu permasalahan badziq dari muhammad sollallohu 'alahi wa sallam, maka apa-apa yang memabukkan adalah harom.
     Secara umum, para Ulama' berbeda pendapat tentang permasalahan photografi ini, sebagian menetapkan sebagaimana pada gambar-gambar lainnya, seperti yang telah disebutkan diatas dan ini adalah yang kami pilih. Yang lain berpendapat bahwa photografi berbeda dengan gambar yang di lukis dengan tangan maka mereka berpendapat bahwa menggambar dengan kamera diperbolehkan secara mutlaq. Mereka melandasi pendapat mereka dengan membedakan antara hukum gambar yang ada bayangannya seperti patung dan yang tidak ada bayangannya seperti gambar dalam kertas, jawab kami: landasan ini lemah bahkan menyelisihi kesepakatan ulama'-ulama' terdahulu yang tidak membedakan hukum keduanya, bahkan menurut anNawawy: pendapat ini adalah bathil.
     Mereka mengatakan kalau photo adalah sekedar pantulan cahaya sebagaimana kita berkaca pada cermin atau air. Jawab kami: illat seperti ini adalah lemah, photo bersifat tetap dan diam, sedangkan kalau cermin atau air bayangannya selalu mengikuti kemana benda bergerak, mungkin ini cocok dalam pembahasan hukum video. Dan alasan yang paling banyak dikemukakan mereka adalah unsur banyaknya kemashlahatan didalamnya, menurut kami: beralasan dengan adanya mashlahatan didalamnya adalah relatif dan masih banyak kemungkinan, karena banyak juga kema'shiatan tersebar melalui photografi.
     Disamping menyamai ciptaan Alloh Subhanahu wa Ta'ala, alasan diharamkan gambar adalah pengagungan berlebihan padanya, yang dikhawatirkan berdampak buruk pada pelakunya, menyamai pengagungan dia pada Alloh, sebagaimana telah terjadi pada masa jahiliyyah yang mana perhala-berhala persembahan mereka adalah dulunya tokoh-tokoh yang kemudian digambar. Demikian pula dalam sejarah yang shohih, ketika fathul makkah, Rosululloh sollallohu 'alai wa sallam mendapati gambar Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il 'alaihimassalam didalam ka'bah, kemudian beliau memerintahkan untuk menghapusnya. Dan realitas hari ini kita dapati sebagian manusia mengagungkan tokoh-tokoh mereka, guru-guru mereka dengan memajang gambar mereka ditembok-tembok dan tempat-tempat terhormat lainnya, bahkan sebagian mereka berpendapat bahwa memandangnya adalah ibadah sebagaimana ketika hidup, memandang wajah ulama' adalah ibadah, akan tetapi ketika gambar tersebut terhinakan berubah perasaan mereka. Dan kesemua ini juga bisa terjadi pada photografi.
     Maka kami berwasiat kepada saudara-saudara kami semua untuk selalu berhati-hati dalam menggunakan kamera dan dalam bermu'amalah bersama photo, jangan sampai kita masuk dalam ancaman Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Bagi yang mengikuti ketetapan jam'iyah nahdlatul ulama' diatas, kami katakan: khilafiyah itu bukanlah pembolehan, akan tetapi berhenti antara dua pendapat, maka sebaik-baik nashihat adalah hadits muttafaq 'alaih:
عن النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الحلال بيِّن ، والحرام بيِّن ، وبينهما أمور مشتبهات ، فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه ، ومن وقع في الشبهات فقد وقع في الحرام .
Dari nu'man bin basyir, dia berkata: berkata Rosululloh sollallohu 'alaihi wa sallam: Yang halal telah jelas, yang harom juga telah jelas, dan diantara kedunya ada perkara-perkara yang samar, barang siapa menjauhi yang samar maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya, dan barang siapa terjatuh dalam perkara yang samar maka sungguh dia telah terjatuh pada perkara yang harom. Na’udzubillah.
     Kemudian guru kami, athThursidy mengatakan bahwa photo setengah badan diperbolehkan, karena tidak mungkin manusia atau makhluq bernyawa lainnya bisa hidup hanya dengan anggota badan seperti itu, perkataan ini perlu dikaji terlebih dahulu. Para A'immah telah membahas secara mendalam permasalahan ini, alMawardy menyebutkan ada dua pendapat (wajh) dalam madzhab syafi'i, antara boleh dan tidaknya gambar hayawan atau makhluk bernyawa yang hanya kepalanya saja, penjelasan ini telah dinuqil oleh anNawawi. Diantara Ashhab kita yang membolehkannya adalah syeikh Abu hamid, alHaitami mengisyaratkan akan hal ini, Ibnu qosim menjelaskannya dalam hasyiyahnya, ini adalah pendapat madzhab Hambali, dan ini adalah yang dipegangi guru kami. Yang rojih adalah pendapat Jumhur Ashhab yang tidak memperbolehkannya, ibnu hajar alasqolany mengisyaratkan akan hal ini dengan dasar ucapan ibnu abbas, diriwayatkan oleh albaihaqy, beliau berkata: الصورة الرأس فإذا قطع الرأس فليس بصورة, gambar adalah kepala, ketika kepala itu dipotong maka ia bukanlah gambar. Dan dengan landasan akan ketidak bolehannya gambar hewan berkepala manusia. Dan tentunya hal tersebut dikecualikan ketika udzur dan dalam situasi darurat semisal untuk ijazah, ktp, paspor dan lainnya. Wallohu ta'ala a'lam bishshowb.
فنسأل الله تعالى أن يهدينا وإخواننا سواء السبيل ، وأن يوفقنا للحق وقبوله، إنه خير مسئول .

oleh: ibnu muzani aljalawi