Melirihkan Dzikir Setelah Sholat


     Bagi seorang musholli yang telah selesai melaksanakan sholat, apakah sholat tersebut sholat fardhu atau pun nafilah, apakah berjama'ah atau sendirian, berkeinginan untuk melaksanakan dzikir atau berdo'a, maka bagi dia dianjurkan untuk menyamarkan keduanya, yaitu antara dikeraskan dan lirih, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh 'Aisyah rodhiyallohu 'anha, dia berkata:
نزَلت هذه الآية ﴿ ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها في الدعاء. رواه البخاري و مسلم
Ayat ini turun " dan jangan mengeraskan sholatmu dan jangan pula melirihkannya " dalam masalah berdo'a. HR. Bukhori Muslim
Yang demikian juga telah diriwayatkan dari ibni abbas, dan merupakan salah satu pendapat dalam mentafsiri ayat tersebut. Pendapat ini dikatakan oleh mujahid, sa'id bin jubair, sa'id bin al-musayyib, abu 'iyadh, makhul, 'urwah bin jubair dan al-hasan. Kemudian as-syafi'i mengatakan: Tidak mengeraskan sehingga terdengar oleh orang lain, dan tidak melirihkan sehingga tidak terdengar oleh diri sendiri.
    وروي عن أبي موسى الأشعري قال: لما غزا رسول الله صلى الله عليه وسلم حنينا أو قال لما توجه رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى حنين أشرف الناس على واد فرفعوا أصواتكم بالتكبير: الله أكبر لا إله إلا الله، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا أيها الناس اربعوا على أنفسكم إنكم لا تدعون أصم ولا غائبا إنما تدعون سميعا قريبا وهو معكم. رواه البخاري ومسلم
Dan telah diriwayatkan dari abi musa al-asy'ary, beliau berkata: Sewaktu rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam melakukan perang hunain, atau dia berkata: ketika Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallm pergi menuju hunain, naiklah orang-orang ditepi jurang kemudian mereka mengangkat suara mereka dengan bertakbir, allohu akbar la ilaha illalloh, kemudian rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: wahai manusia, kasihanilah dirimu, sesungguhnya kalian tidak berdo'a kepada yang tuli dan tiada, akan tetapi kalian berdo'a kepada dzat yang maha mendengar dan dekat, Dia bersama kalian. HR. Bukhori Muslim
Dengan demikian, kalau dia mengeraskan keduanya maka dimakruhkan, karena hal tersebut merupakan bid'ah yang sesat, yang menyalahi syari'ah, dan seyogyanya untuk dijauhi, qois bin 'ibad telah meriwayatkan hal tersebut dari para Shohabat rodhiyallohu 'anhum 'ajma'in bahwa mereka semua tidak menyukai berdzikir dengan mengeraskan suara.
Sebagian orang mensyariatkan berdzikir dengan dikeraskan dengan dalil hadits berikut:
عن أبي هريرة، قال: قال النبي صلى الله عليه وسلم: يقول الله تعالى: أنا عند ظنّ عبدي بي، وأنا معه إذا ذكرني، فإن ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي، وإن ذكرني في ملإ ذكرته في ملإ خيرٍ منهم. رواه البخاري ومسلم
Dari abi huroiroh, dia berkata: bersabda Nabi shollallohu 'alahi wa sallam: Alloh ta'ala berfirman: Aku sebatas persangkaan hambaku padaku, aku bersamanya ketika ia mengingatku, ketika ia mengingatku dalam dirinya maka aku akan mengingatnya dalam diriku, ketika ia mengingatku dalam sebuah kelompok maka aku akan mengingatnya dalam sebuah kelompok yang lebih baik. HR. Bukhori Muslim. Dan dengan dianjurkannya dzikir berjama'ah, dengan kalimat-kalimat jama' lainnya dalam beberapa riwayat, mereka katakan: Mereka mengeraskan dzikir diantara mereka. Kami katakan: pendapat ini salah, akan tetapi dalil-dalil tersebut menjelaskan akan dianjurkannya berdzikir dalam keadaan yang berbeda-beda, dan tidak ada dalil-dalil yang mengkhususkan berdzikir dikeraskan, begitu pula 'amalan salaf telah menyelisihinya, penjelasan ini telah dikatakan oleh al-halimi dalam kitab minhaj-nya. Sebagian orang awam berpegangan dengan apa yang telah dikatakan oleh an-nawawi, as-suyuthi dan lainnya, yaitu: Mengeraskan lebih utama, kalau tidak kawatir riya' atau mengganggu orang lain, karena dengan mengeraskan bisa menghidupkan hati si pembaca, pengkonsentrasikan pikiran, menghilangkan kantuk, lebih bersemangat dan bisa lebih banyak mengambil faidah. Kami katakan: ini salah juga, Karena ucapan beliau ini terkait dengan membaca alqur'an, sedang membaca alqur'an dianjurkan mengeraskannya dalam banyak keadaan, maka renungkanlah apa yang telah beliau katakan. Sebagian lagi berpegangan dengan ucapan: berdzikir itu melafadzkan dengan lisan, tidak cukup dengan ingat di hati saja. Maka ini sesuatu yang jahil dan kaku sekali.
     Bagi seorang imam boleh mengeraskannya untuk tujuan mengajarkannya kepada para jama'ah, penjelasan ini sebagaimana dalam riwayat dari ibni umar, bahwasanya dia berkata:
إن رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة كان على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم. فقال ابن عباس: كنت أعلم انصرف الناس بذلك إذا سمعته. رواه البحاري
Bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir ketika orang-orang selesai melaksanakan sholat maktubah, itu pernah terjadi dimasa Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam. Kemudian berkata ibnu abbas: aku mengetahui hal itu karena aku mendengarnya. HR. Bukhori.
Caranya, asy-syafi'i mengatakan: Mengeraskan suara sehingga dia melihat para jama'ah memahaminya darinya, kemudian setelah itu dia melirihkannya.
Wallohu a'lam.


Diterjemahkan dari kumpulan catatan muhammad rouyani bin muzani bin abdurrozzaq aljalawi