Hukum wanita memakai celana panjang


     Kami merasa perlu sekali untuk memuat tulisan ini, karena dahulu, terutama di kampung-kampung,  menjadi sebuah kejelekan kalau seorang wanita, apa lagi kalau dia belum menikah, memakai celana, meskipun itu semacam “kulot” atau celana panjang lebar, tapi sekarang se-akan-akan menjadi lumrah karena banyak dari mereka yang memakainya, bahkan telah menjadi syubhat ditengah ummat karena banyak hal tersebut dilakukan oleh para wanita muslimah yang mengenyam pendidikan agama di pesantren kemudian kuliah dan akhirnya berkarir.
     Para ‘Ulama telah menjelaskan bahwa ketika seorang wanita menerima kewajiban untuk menutupi aurotnya dengan mengenakan pakaian dan jilbab, mereka menganjurkan supaya melebarkannya, hal ini di karenakan supaya pakaiannya tersebut tidak menggambarkan anggouta badannya, dan kalau ini tidak dilakukan, mereka sangat membencinya, hal ini selaras dengan hadits berikut;
روي عن إبى هريرة قال: قال رسول الله صلى عليه وسلم: صنفان من أهل النار لم أر هما بعد، قوم معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس، ونساء كاسيات عاريات مائلات مميلات رؤسهن كأمثال أسنمة البخت المائلة، لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها وأن ريحها لتوجد من كذا وكذا. رواه مسلم
Artinya: diriwayatkan dari abi huroiroh, dia berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda: Ada dua golongan penduduk neraka yang aku belum pernah melihat sebelumnya, yaitu: sekelompok orang yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang-orang, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, yang berlenggak-lenggok dan memiringkan kepalanya seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari jarak sekian dan sekian. HR. Muslim
Arti dari berpakaian tapi telanjang adalah dia menampakkan pakaian yang tipis sehingga tergambarkan apa yang dibaliknya, penjelasan ini sebagaimana yang telah dinukilkan oleh an-nawawi dalam syarh shohih muslimnya dan as-suyuthi dalam tanwirul hawalik dari penjelasan ibnu ‘abdilbarr, dan artinya bukan menampakkan warna anggota badannya (atau nrawang dalam bahasa jawa) sebagaimana yang telah diceritakan oleh an-nawawi dalam riyadhush sholihin yang kisah ini kemudian diikuti oleh ibnu hajar al-haitami dalam az-zawajir nya, karena kalau ini berkaitan dengan syarat menutup aurot yang merupakan sebuah keharusan dan tidak bisa tidak, maka ketika menampakkan warna kulitnya sama saja dengan tidak menutup aurot.
     وروي عن إبن أبى سلمة أن عمر بن الخطاب رضي الله عنه كسا الناس القباطى، ثم قال: لا تدر عنها نساؤكم! فقال رجل: يا أمير المؤمنين قد ألبستها إمرأتي فأقبلت في البيت وأدبرت فلم أره يشف، فقال عمر: إن لم يكن يشف فإنه يصف. رواه البيهقي
Artinya: Dan diriwayatkan dari ibni abi salamah, bahwasanya ‘umar bin al-khoththob rodhiyallohu ‘anh pernah membagikan baju qubbathi kepada orang-orang, kemudian berkata: jangan kalian pakaikan baju-baju ini kepada istri-istri kalian! Kemudin ada seorang laki-laki yang menyahut: wahai amirul mu’minin, aku telah memakaikannya kepada istriku, kemudian telah aku pandangi dari sisi muka maupun belakang, yang aku tidak melihatnya kalau pakaian itu tipis, maka ‘umar menimpali: meskipun tidak tipis, namun pakaian itu menggambarkan (anggouta badan). HR. Al-baihaqi
Qubbathi merupakan kata jama’ dari qibthiyyah adalah pakaian khas suku qibthi di mesir yang bentuknya tipis.
     وروي عن أم علقمة بن أبي علقمة، عن أمه أنها قالت: دخلت حفصة بنت عبد الرحمن على عائشة أم المؤمنين وعلى حفصة خمار رقيق فشققته عائشة وكستها خمارا كثيفا. رواه البيهقي وابن سعد
Artinya: Dan diriwayatkan dari ummi al-qomah bin abi al-qomah, dari ibunya, bahwasanya dia berkata: Suatu ketika hafshoh binti abdurrohman masuk menemui ‘aisyah ummil mu’minin dan saat itu hafshoh mengenakan kerudung yang tipis, kemudian ‘aisyah merobeknya dan mengenakannya kerudung yang tebal. HR. al-baihaqi dan ibnu sa’ad
     وعن عائشة أنها سئلت عن الخمار فقالت: إنما الخمار ما واري البشرة والشعر.
Artinya: Dan diriwayatkan dari ‘aisyah, bahwasanya dia ditanya tentang permasalahan kerudung kemudian dijawabnya: Yang namanya kerudung adalah yang bisa menyembunyikan kulit dan rambut.
     Kemudian tentang celana, dari segi bahasa, pengarang al-mu’jamul wasith menjelaskan: yaitu pakaian yang menutupi pusar, kedua tumit dan apa yang ada diantara keduanya. Sedang celana lebar dan panjang sampai ke tumit sebagaimana yang dinukil oleh para ahlul lughoh dari penjelasan abu ubaid dalam ghoribul hadits ketika menjelaskan sebuah hadits riwayat abu huroiroh, bahasa arobnya adalah celana mukhorfajah, orang arob sekarang menyebutnya dengan pantholun. Membuatnya dengan mengikuti pola kaki dan cara menggunakannya dengan cara diselubungkan dari bawah kaki.
     Dari penjelasan ini cukup kiranya bisa difahami bahwa celana bisa menggambarkan anggouta badan seseorang, yang dimaksud disini adalah kakinya, terlebih lagi kalau celana itu ketat. Sedang sebuah riwayat yang berisi perintah kepada para wanita untuk memakai celana adalah maudhu’ dan tidak bisa dijadikan hujjah.
وهو ما روي عن علي، قال: كنت قاعدا عند النبي صلى الله عليه وسلم بالبقيع في يوم دجن ومطر، قال: فمرت امرأة على حمار ومعها مكاري فهوت يد الحمار في وهدة من الأرض، فسقطت المرأة، فأعرض النبي صلى الله عليه وسلم عنها بوجهه، فقالوا: يا رسول الله إنها متسرولة، فقال: اللهم اغفر للمتسرولات من أمتي، يا أيها الناس اتخذوا السراويلات فإنها من أستر ثيابكم، وخصوا بها نساءكم إذا خرجن. رواه العقيلي وابن عدي والديلمي وابن عساكر وابن الجوزي في الموضوعات والبيهقي في الآداب وغيرهم
     Kami berharap kepada kaum muslimah bisa memahami hukum ini, kemudian dengan ikhlash bisa mengamalkannya, termasuk ketika dia sedang naik sepeda. Sedang kalau dia memakainya dibalik jubahnya atau jilbabnya, tentunya ini keluar dari permasalahan ini. Dan tentang hukum laki-laki memakai celana, insyaAlloh akan kami muat dilain waktu. Wallohu a’lam bish showab.