Para Ulama' Syafi'iyyah yang mengikuti madzhab Salaf dalam Aqidahnya (Al-‘Umroni)

Al-‘Umroni
 
     Beliau adalah yahya bin abil khoir al-‘umroni, pengarang kitab al-bayan yang merupakan syarh dari kitab al-muhadzdzab-nya abu ishaq asy-syairozi dalam fiqih syafi’i, beliau mendalami fikih syafi’i dari pamannya yang bernama abul futuh juga kepada musa ash-sho’bi, abdulloh al-hamdani, zaid al-faisyi, zaid al-yafa’i, dan lainnya, dan beliau menjadi guru syafi’iyyah di negeri-negeri yaman. Ar-rofi’i dalam syarah kabir-nya menukil beberapa pendapat al’umroni dalam al-bayan-nya seperti dalam permasalahan najis, wudhu’, istinja’, pembatal wudhu’, haidh dan lainnya.
     Dalam masalah aqidah beliau mempelajari kitab asy-syari’ah-nya imam al-ajurri, beliau mendapatkannya dari murid-murid khoir bin yahya al-malamis, dari al-bazzar, dari sang pengarang. Beliau juga mempelajari kitab al-hurufussab’ah fir roddi ‘alal mu’tazilah wa ghoirihim karangannya syeikh al-husain al-maroghi kepada qodhi muslim ash-sho’bi, juga kitab at-tabshiroh karangan pamannya yang bernama abul futuh, yang kitab-kitab tersebut merupakan kitab berfaham salaf.
     Beliau mempunyai kitab al-intishor yang berisi bantahan beliau kepada mu’tazilah, qodariyyah, kullabiyyah dan juga asy’ariyyah. Dalam permulaan kitab tersebut beliau menyebutkan secara umum tentang aqidah ashhabul hadits dan beliau mengatakan: Aku beragama kepada Alloh dengannya. Beliau mengatakan: Barang siapa tidak mengikutkan perkataannya kepada salaf, sudah diketahui bahwa dia membuat yang baru, mengada-ada dan menyimpang, tidak layak perkataan tersebut untuk didengarkan. Tentang sifat Alloh beliau mengatakan: Didalam al-qur’an disebutkan sifat-sifat bagi Alloh, kita meng-iman-inya sebagaimana datangnya tanpa menafsirkannya.
     Beliau juga sangat mencela ilmu kalam dengan mengatakan: Nabi telah mengajarkan para sahabatnya tentang permasalahan istinja’ dan mengunggulkannya diatas sekalian hukum, maka kalau ilmu kalam itu termasuk persoalan penting dalam agama ini, sungguh nabi akan memperingatkannya (nyatanya tidak). Al-ja’di dalam thobaqotu fuqohail yaman menjelaskan: Beliau sangat menyukai para pencari ilmu dan fikih, dan berkumpul dengan mereka, dan beliau sangat tidak menyukai mereka dari menyelami ilmu kalam.
     Tentang asy’ariyyah (pengikut abul hasan al-asy’ari) diantaranya beliau membantah mereka yang mengatakan bahwa al-quran yang kita baca sekarang ini merupakan makhluk, beliau mengatakan: Asy’ariyyah selaras dengan mu’tazilah tentang al-qur’an ini yang dibaca dan dengar adalah makhluk (ciptaanNya). Kemudian beliau berkata: Dan aku katakan, dalil yang menunjukkan bahwa al-qur’an bukan makhluq dan Alloh berbicara dengan huruf-huruf adalah firmanNya: إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ ﴿.
     Beliau mengatakan: Ditanyakan kepada orang asy’ari ketika dia membaca satu ayat dari al-qur’an, apakah itu ucapan Alloh ataukah ucapan manusia? Maka jika dia menjawab: Itu ucapan Alloh, maka sungguh dia telah kembali diatas faham salaf dan ahlulhaq, dan kalau dia menjawab: itu adalah ucapan manusia, maka kami katakan dengan beberapa jawaban: Yang pertama dikatakan kepadanya: inilah ucapan al-walid bin al-mughiroh ketika Alloh mengabarkan tentangnya melalui firmanNya: إِنْ هَذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ ﴿, kemudian Alloh mengancamnya melalui firmanNya: سَأُصْلِيهِ سَقَرَ ﴿, kemudian kalau ucapan dia itu benar, kenapa Alloh mengancamnya. Jawaban yang kedua: dikatakan kepadanya: dari sisi manusianya yang ini adalah ucapannya maka tidak ada seorang pun yang mengaku bahwa ini adalah ucapannya, akan tetapi mereka semua mengatakan bahwa ini adalah ucapan Alloh, ketika mereka mendengar kalam (ucapan) ini mereka mengatakan: shodaqolloh (benar Alloh), termasuk diantara manusia yang mengatakan: إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي ﴿. Jawaban ketiga: dikatakan kepadanya: jika ini merupakan ucapan manusia maka sampaikan satu surat yang sama, jika dia mengatakan: itu adalah ucapan manusia yang menjadi ibarot ( perkataan yang mengandung makna) dari ucapan Alloh dan itu bisa dipahami merupakan ucapan (kalam) Alloh, dikatakan kepadanya: manusia yang mendengar kalam Alloh yang qodim dan berdiri dengan diriNya sendiri meng-ibarot-kan dengan kalam ini? Kemudian menyandarkan kalam ini kepadanya, kemudian dikatakan ini adalah ibarot si fulan, sungguh tidak ada seorang pun yang mengaku bahwa ia adalah ibarotnya.
     Disebutkan pula oleh al-ja’di dalam thobaqot-nya bahwa al-‘umroni pernah berdebat dengan salah seorang pengikut asy’ariyyah yang bernama muhammad ad-dibaji tentang persoalan kalam Alloh tersebut, beliau mengatakan bahwa al-qur’an yang kita baca ini merupakan kalam Alloh sebagaimana yang telah Dia ucapkan, beliau berhujjah dengan firman Alloh إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ ﴿, karena hal ini membuat keringat ad-dibaji bercucuran dari keningnya.
     Demikian salah satu bantahan beliau atas faham asy’ariyyah, hingga setelah kematian beliau nampak oleh sahabat dekat beliau yang bernama mas’ud bin ‘ali al-’unsi bahwa anak al-‘umroni yang bernama thohir berkata dengan bahasa asy’ariyyah, beliau sangat marah hingga beliau mengarang sebuah buku untuk membantahnya, abul hasan al-buroihi menggambarkan kisah ini dengan mengatakan: Para fuqoha’ telah bersepakat untuk memutuskan hubungan dengannya (thohir) dan mengingkarinya, tidak berbicara dengannya, berkirim utusan maupun surat menyurat, diantara fuqoha’ tersebut adalah qodhi mas’ud, atas hal itu untuk membantahnya beliau mempunyai kitab yang tebal dan didalamnya beliau mengulas faham thohir tersebut dengan panjang lebar.


Rujukan:
1. Thobaqotusy syafi’iyyah, Ibnu qodhi syuhbah
2. al-Intishor fir roddi ‘alal mu’tazilatil qodariyyatil asyror, al-‘Umroni
3. Thobaqotu fuqohail yaman, al-Ja’di
4. Tarikh al-Buroihi